Penyakit
Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial,
mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu
daerah dan juga keberhasilan peningkatan status kesehatan di suatu
negara. Secara global WHO (World Health Organization)
memperkirakan PTM menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di
seluruh dunia. Perubahan pola struktur masyarakat dari agraris ke
industri dan perubahan pola fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi
masyarakat diduga sebagai hal yang melatarbelakangi prevalensi Penyakit
Tidak Menular (PTM), sehingga kejadian penyakit tidak menular semakin
bervariasi dalam transisi epidemiologi. Diabetes Mellitus (DM) merupakan
salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator,
karena prnyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi dan dapat timbul
secara perlahan-lahan, sehingga pasien tidak menyadari akan adanya
perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil
ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat
berlangsung lama tanpa diperhatikan, samapai kemudian orang tersebut
pergi ke dokter untuk memeriksakan kadar glukosa darahnya.
Sampai
saat ini masih banyak orang yang menganggap penyakit Diabetes merupakan
penyakit orangtua atau penyakit yang timbul karena faktor keturunan.
Padahal setiap orang mungkin menjadi pasien diabetes, tua atau muda.
Menurut
data WHO,Indonesia menempati urutan k3-4 terbesar jumlah diabetes
melitus (DM), pada tahun 2006 diperkirakan terdapat 14 Juta orang dengan
diabetes, tetapi baru 50% yang sadar mengidapnya dan diantara mereka
sekitar 30% yang datang berobat teratur.
Diabetes
(Kencing Manis) adalah penyakit dimana tubuh penderitanya tidak bisa
mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Jadi penderita
mengalam gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh tubuh sehingga
tubuh tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tidak
mampu menggunakan insulin secara efektif, akibatnya terjadi kelebihan
gula didalam darah, sehingga menjadi racun bagi tubuh, sebagian glukosa
yang tertahan dalam darah tersebut melimpah kesistem urine.
Definisi
Diabetes
Melitus merupakan suatu penyakit multisistem dengan ciri hiperglikemia
akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Kelainan pada sekresi/kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas
dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemia kronik
pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi
atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf,
jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya
telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan
dalam satu jawaban yang jelas dan singkat, tetapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat
dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin.
Gejala penyakit diabetes militus
Untuk
gejala awal penyakit diabetes militus dapat dilihat dari tanda
terdapatnya peningkatan gula darah, yang pada umumnya peningkatan kadar
gula dalam darah mencapai nilai 160 – 180 mg/dL dan air seni (urine)
pada penderita akan dikerubungi semut karena terdapat kadar gula dalam
urine tersebut.
· Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
· Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
· Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
· Cepat lelah dan lemah setiap waktu
· Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
· Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
· Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
· Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
· Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria
· Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
Untuk
kondisi kadar gula yang tiba-tiba drastis menurun menyebabkan seseorang
tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala diabetes
militus akan berkembang dengan cepat dari waktu ke waktu, terutama pada
seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1
Klasifikasi dan etiologi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi Diabetes Melitus adalah sbb:
1. Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset”
sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4
tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi
pada akhir usia 30 atau menjelang 40.
Karakteristik
dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah,
kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal
berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi
insulin.
DM
tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan
histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan
destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi
yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta
pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan
penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto
atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4.
Kelainan
autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di
mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu,
menyerang molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus
sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi insulin.
Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta,
antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin,
dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.
Selain
akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang
idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe
1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan,
misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.
2. Diabetes Melitus tipe 2
Tidak
seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan
aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel
beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen
tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2 ini bervariasi mulai
dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot,
lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta
pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma,
penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati
dan peningkatan lipolisis.
Defek
yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang
diabetogenik (asupan kalori yang berlebihan, aktivitas fisik yang
rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik. Nilai BMI yang
dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.
3. Diabetes Melitus tipe lain
· Defek genetik fungsi sel beta
Beberapa
bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel beta,
dicirikan dengan onset hiperglikemia pada usia yang relatif muda (<25
tahun) atau disebut maturity-onset diabetes of the young (MODY).
Terjadi gangguan sekresi insulin namun kerja insulin di jaringan tetap
normal. Saat ini telah diketahui abnormalitas pada 6 lokus di beberapa
kromosom, yang paling sering adalah mutasi kromosom 12, juga mutasi di
kromosom 7p yang mengkode glukokinase. Selain itu juga telah
diidentifikasi kelaian genetik yang mengakibatkan ketidakmampuan
mengubah proinsulin menjadi insulin.
· Defek genetik kerja insulin
Terdapat
mutasi pada reseptor insulin, yang mengakibatkan hiperinsulinemia,
hiperglikemia dan diabetes. Beberapa individu dengan kelainan ini juga
dapat mengalami akantosis nigricans, pada wanita mengalami virilisasi
dan pembesaran ovarium.
· Penyakit eksokrin pankreas
Meliputi pankreasitis, trauma, pankreatektomi, dan carcinoma pankreas.
· Endokrinopati
Beberapa
hormon seperti GH, kortisol, glukagon dan epinefrin bekerja
mengantagonis aktivitas insulin. Kelebihan hormon-hormon ini, seperti
pada sindroma Cushing, glukagonoma, feokromositoma dapat menyebabkan
diabetes. Umumnya terjadi pada orang yang sebelumnya mengalami defek
sekresi insulin, dan hiperglikemia dapat diperbaiki bila kelebihan
hormon-hormon tersebut dikurangi.
· Karena obat/zat kimia
Beberapa
obat dapat mengganggu sekresi dan kerja insulin. Vacor (racun tikus)
dan pentamidin dapat merusak sel beta. Asam nikotinat dan glukokortikoid
mengganggu kerja insulin.
· Infeksi
Virus tertentu dihubungkan dengan kerusakan sel beta, seperti rubella, coxsackievirus B, CMV, adenovirus, dan mumps.
· Imunologi
Ada
dua kelainan imunologi yang diketahui, yaitu sindrom stiffman dan
antibodi antiinsulin reseptor. Pada sindrom stiffman terjadi peninggian
kadar autoantibodi GAD di sel beta pankreas.
· Sindroma genetik lain
Down’s syndrome, Klinefelter syndrome, Turner syndrome, dll.
4. Diabetes Kehamilan/gestasional
Diabetes
kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada
waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar
1-14% kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali normal pada
trimester ketiga. Dari segi klinis , gambaran sentral dari metabolisme
karbohidrat dapat disimpulkan dalam istilah sederhana. Jika seorang
wanita menjadi hamil maka ia membutuhkan lebih banyak insulin untuk
mempertahankan metabolisme karbohidrat yang normal. Jika ia tidak mampu
untuk menghasilkan lebih banyak insulin untuk memenuhi tuntutan itu, ia
dapat mengalami diabetes yang mengakibatkan perubahan pada metabolisme
karbohidrat. Kadar glukosa dalam darah wanita hamil merupakan ukuran
kemampuanya untuk memberikan respon terhadap tantangan kehamilan itu.
Kadar glukosa darah maternal dicerminkan dalam kadar glukosa janin,
karena glukosa melintasi plasenta dengan mudah. Insulin tidak melintasi
barier plaenta, sehingga kelebihan produksi insulin oleh ibu atau janin
tetap tinggal bersama yang menghasilkan.akhirnya, glukosuria lebih
sering pada wanita wanita hamil dibandingkan wanita yang tidak hamil.
Perubahan
hormonal yang luas terjadi pada hehamilan dalam usaha mempertahankan
keadaan metabolisme ibu yang sejalan dengan bertambahnya usia kehamilan.
Hormon-hormon ini mungkin yang bertanggung jawab secara langsung maupun
tidak langsung, menginduksi resistensi insulin periver dan
mengkontribusi terhadap perubahan sel β pancreas. Ovarium, kortek
adrenal janin, plasenta, kortek adrenal ibu dan pancreas terlibat dalam
timbulnya perubahan-perubahan hormonal ini, yang mempunyai pengaruh
terhadap metabolisme karbohidrat. Terutama yang penting adalah
peningkatan progresif dari sirkulasi estrogen yang pertama kali
dihasilkan oleh ovarium hingga minggu ke 9 dari kehidupan intra uterine
dan setelah itu oleh plasenta. Sebagian besar estrogen yang dibentuk
oleh plaenta adalah dalam bentuk estriol bebas, yang terkonjugasi dalam
hepar menjadi glukoronida dan sulfat yang lebih larut, yang dieskresikan
dalam urine.
Estrogen
tidak mempunyai efek dalam transport glukosa, tetapi meningkatkan
peningkatan insulin maksimum ( insulin binding). Progesteron yang
dihasilkan korpus luteum sepanjang kehamilan kususnya selama 6 minggu
pertama. Trofoblas mensintesis progesterone dan kolesterol ibu dan
merupakan penyumbang utama terhadap kadar progesterone plasma yang
meningkat secara secara menetap selama kehamilan. Progesterone juga
mengurangi kemampuan dari insulin untuk menekan produksi glukosa
endogen. Lactogen plasenta manusia (HPL) merupakan hormone plasenta
penting lain yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Kadarnya dalam
darah ibu meningkat secara berlahan-lahan sepanjang kehamilan, mencapai
puncaknya saat aterm. HPL adalah salah satu dari hormone-hormonutama
yang bertanggung jawab menurunkan sensitivitas insulin sejalan dengan
bertambahnya usia kehamilan. Kadar HPL meningkat pada keadaan
hipoglikemia dan menurun pada keadaan hiperglikemia. Dengan kata lain
HPL merupakan antagonis terhadap insulin. HPL menekan transport glukosa
maksimum tetapi tidak mengubah pengikatan insulin. Setelah melahirkan
dan pengeluaran plasenta, kadar HPL ibu cepat menghilang, pengaturan
hormonal kembali normal.
Perubahan
pada metabolisme karbohidrat selama kehamilan sebagai akibat dari
perubahan hormonal diatas. Pada beberapa uji toleransi glukosa
didapatkan keadaan antara lain; hipoglikemia ringan pada saat puasa,
hiperglikemia pos prandial dan hiperinsulinemia. Konsentrasi glukosa
plasma selama puasa yang menurun mungkin terjadi akibat peningkatan dari
kadar plasma insulin. Tetapi hal ini tidak dapat dijelaskan dengan
perubahan metabolisme insulin karena waktu paruh insulin selama hamil
tidak berubah.
Peningkatan
kadar plasma insulin pada kehamilan normal berhubungan dengan perubahan
respon unik terhadap ingestion glukosa. Sebagai contoh, setelah makan
pada wanita hamil didapatkan perpanjangan hiperglikemia,
hiperinsulinemia,dan supresi glukagon. Mekanisme ini sepertinya
bertujuan untuk mempertahankan suplai glukosa posprandial ke fetus.
Respon ini konsisten dengan pernyataan bahwa kehamilan menginduksi
resistensi perifer terhadap insulin, yang diperkuat dengan tiga hasil
pengamatan:
a. Peningkatan respon insulin terhadap glukosa
b. Pengurangan ambilan perifer terhadap glukosa
c. Penekanan respon dari glikogen
Epidemiologi
Pada
tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di
seluruh dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total
populasi. Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan
pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar
4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih
sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan
prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren
urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan “Western-style”
yang tidak sehat.
Di
Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami
Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa
selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami
Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus
yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada
wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat
pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM
paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %,
sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu
13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah
obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi
sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.
Lamanya
seseorang menderita penyakit dapat memberikan gambaran mengenai tingkat
patogenesitas penyakit tersebut. Peningkatan angka kesakitan Diabetes
Mellitus dari waktu ke waktu lebih benyak disebabkan oleh faktor
herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor lingkungannya.
Komplikasi Diabetes Mellitus dengan penyakit lain terkait dengan lamanya
seseorang menderita Diabetes Mellitus, semakin lama seseorang menderita
Diabetes Mellitus maka komplikasi penyakit Diabetes Mellitus juga akan
lebih mudah terjadi.
Prevalensi Diabetes Melitus Tipe I
Di
Indonesia penyandang diabetes mellitus (DM) tipe I sangat jarang.
Demikian pula di negara tropis lain. Hal ini rupanya ada hubungan
dengannya dengan letak geografis Indonesia yang terletak di daerah
khatulistiwa. Dari angka prevalensi berbagai negara tampak bahwa makin
jauh letaknya suatu negara dari khatulistiwa makin tinggi prevalensinya
DM tipe-nya. Ini bisa dilihat pada prevalensi DM tipe I di Eropa. Di
bagian utara Eropa,misalnya di negara-negara Skandinavia prevalensi tipe
1-nya merupakan yang tertinggi di dunia, sedangkan di daerah bagian
selatan Eropa misalnya di Malta sangat jarang. Di samping itu juga
tampak bahwa insidens DM tipe 1 di Eropa Utara meningkat dalam 2-3
dekade terakhir. Ini menunjukkan bahwa barangkali pada DM tipe 1 faktor
lingkungannya juga berperan di samping yang sudah diketahui yaitu faktor
genetik. Adanya kekurangan asam asptartat pada posisi 57 dari rantai
HLA-DQ-beta menyebabkan orang itu mejadi rentan (suspectable)
terhadap timbulnya DM tipe 1. Tetapi kenyataan lain menunjukkan bahwa
faktor lingkungan sangat berperan. Ini tampak pada angka prevalensi DM
tipe 1 di dua negara dimana secara etnik tidak berbeda tetapi prevalensi
DM tipe 1 di Estonia hanya 1/3 dari Finlandia.
Dengan
ditemukannya dua faktor tadi yaitu faktor genetic (non-Asp 57) dan
faktor lingkungan maka di masa mendatang, upaya pencegahan timbulnya DM
tipe 1 bukanlah suatu hal yang mustahil.
Di
Indonesia prevalensi DM tipe 1 secara pasti belum diketahui, tetapi
diakui memang sangat jarang. Ini mungkin disebabkan oleh karena
Indonesia terletak di khatulistiwa atau barangkali faktor genetiknya
memang tidak menyokong, tetapi mungkin juga karena diagnosis DM tipe 1
yang terlambat hingga pasien sudah meninggal akibat komplikasi sebelum
didiagnosis.
Prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2
Lain
halnya pada DM tipe 2 yang meliputi lebih 90% dari semua populasi
diabetes, faktor lingkungan diabetes, faktor lingkungan sangat berperan.
Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari
orang dewasanya. Angka ini merupakan baku emas untuk membandingkan
prevalensi diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia.
Dengan demikian kita dapat membandingkan prevalensi di suatu negara atau
suatu kelompok etnis tertentu dengan kelompok etnis kulit putih pada
umumnya. Misalnya di negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan
ekonominya sangat menonjol, misalnya di Singapura, prevalensi diabetes
sangat meningkat dibanding dengan 10 tahun yang lalu. Demikian pula pada
beberapa kelompok etnis di beberapa negara yang mengalami perubahan
gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena
memang mereka lebih makmur, prevalensi diabetes bisa mencapai 35%
seperti misalnya di beberapa bangsa mikronesia dan polinesia di pasifik,
Indian pima di Amerika Serikat, orang Meksiko yang ada di Amerika
serikat, bangsa Creole di Amerika Selatan. Prevalensi tinggi juga
ditemukan di Malta, Arab Saudi, Indian Canada, dan Cina di Mauritius,
Singapura dan Taiwan.
Tentang baku emas yang tadi dibicarakan, sebenarnya juga ada keistimewaannya, misalnya suatu penelitian di Wadena Amerika Serikat, mendapatkan bahwa prevalensi pada orang kulit putih sangat tinggi dibandingkan dengan baku emas tadi (Eropa) yaitu sebesar 23,2% untuk semua gangguan toleransi glukosa, terdiri dari 15,1% Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan 8,1% DM tipe 2. Dengan kenyataan ini dapat diambil kesimpulan bahwa factor lingkungan sangat berperan. Hal ini dapat dilihat pada studi Wadena tadi bahwa secara genetic mereka sama-sama kulit putih, tetapi di Eropa prevalensinya lebih rendah. Di sini jelas karena orang-orang di Wadena lebih gemuk dan hidupnya lebih santai. Hal ini akan berlaku bagi bangsa-bangsa lain, terutama di negara yang tergolong sangat berkembang seperti Singapura, Korea, dan barangkali Indonesia.
Tentang baku emas yang tadi dibicarakan, sebenarnya juga ada keistimewaannya, misalnya suatu penelitian di Wadena Amerika Serikat, mendapatkan bahwa prevalensi pada orang kulit putih sangat tinggi dibandingkan dengan baku emas tadi (Eropa) yaitu sebesar 23,2% untuk semua gangguan toleransi glukosa, terdiri dari 15,1% Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan 8,1% DM tipe 2. Dengan kenyataan ini dapat diambil kesimpulan bahwa factor lingkungan sangat berperan. Hal ini dapat dilihat pada studi Wadena tadi bahwa secara genetic mereka sama-sama kulit putih, tetapi di Eropa prevalensinya lebih rendah. Di sini jelas karena orang-orang di Wadena lebih gemuk dan hidupnya lebih santai. Hal ini akan berlaku bagi bangsa-bangsa lain, terutama di negara yang tergolong sangat berkembang seperti Singapura, Korea, dan barangkali Indonesia.
Di
Cina daratan prevalensi diabetes sangat rendah. Juga di India sangat
rendah dengan catatan di beberapa bagian dari India bagian Selatan sudah
menunjukkan peningkatan. Di Afrika juga rendah, tetapi pada bangsa
Afrika yang tinggal di Amerika Serikat, Inggris, Mauritius dan Suriname
prevalensi DM sangat tinggi. Perlu diketahui bahwa keadaan ekonomi di
Mauritius untuk golongan etnik tadi jauh lebih baik dibandingkan dengan
di negara asalnya.
Dari
data ini semua dapatlah disimpulkan bahwa faktor lingkungan teutama
peningkatan kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan prevalensi
diabetes. Bahwa kekerapan akan menjadi dua kali lebih tinggi dalam waktu
10 tahun bukanlah suatu hal yang mustahil terutama di Negara berkembang
yang pertumbuhan ekonominya sudah mapan. Keadaan ini tentu saja harus
diantisipasi oleh pembuat kebijaksanaan di tiap Negara bekembang supaya
dalam menentukan rencana jangka panjang kebijakan pelayanan kesehatan di
negaranya, masalah ini harus dipertimbangkan.
Data terakhir adalah data dari IDF tahun 2006 seperti tampak pada gambar 1, prevalensi di Negara-negara timur tengah paling tinggi (di atas 20%) di susul Mexico.
Indonesia termasuk dalam kelompok dengan prevalensi yang paling rendah saat itu. Ini mungkin karena Indonesia belum punya angka nasional resmi. Yang lebih memprihatinkan adalah komposisi umur pasien diabetes di negara maju kebanyakan sudah berumur 65 tahun jadi pada umur yang sudah tidak produktif lagi, sedangkan di negara berkembang kebanyakan pasien diabetes berumur antara 45 sampai 64 tahun, golongan umur yang masih sangat produktif.
Data terakhir adalah data dari IDF tahun 2006 seperti tampak pada gambar 1, prevalensi di Negara-negara timur tengah paling tinggi (di atas 20%) di susul Mexico.
Indonesia termasuk dalam kelompok dengan prevalensi yang paling rendah saat itu. Ini mungkin karena Indonesia belum punya angka nasional resmi. Yang lebih memprihatinkan adalah komposisi umur pasien diabetes di negara maju kebanyakan sudah berumur 65 tahun jadi pada umur yang sudah tidak produktif lagi, sedangkan di negara berkembang kebanyakan pasien diabetes berumur antara 45 sampai 64 tahun, golongan umur yang masih sangat produktif.
Diabetes di Indonesia
Menurut
penelitian epidemiologi yang sampai tahun delapan puluhan telah
dilaksanakan berbagai kota di Indonesia, prevalensi diabetes berkisar
antara 1,5% s/d 2,3% kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6%.
Hasil
penelitian epidemiologis berikutnya tahun 1993 di Jakarta (daerah
urban) membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1,7% pada tahun
1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, kemudian pada tahun 2001 di Depok,
daerah sub urban di Selatan Jakarta menjadi 12,8%. Demikian
pula prevalensi DM di Ujung Pandang (daerah urban), meningkat dai 1,5%
pada tahun 1981 menjadi 3,5% pada tahun 1998 dan terakhir pada tahun
2005 menjadi 12,5%.
Di
daerah rural yang dilakukan oleh Arifin di suatu kota kecil di Jawa
Barat angka itu hanya 1,1%. Di suatu daerah terpencil di Tanah Toraja
didapatkan prevalensi DM hanya 0,8%. Di sini jelas ada perbedaan antara
urban dengan rural, menunjukkan bahwa haya hidup mempengaruhi kejadian
diabetes. Di Jawa Timur angka itu tidak berbeda yaitu 1,43% di daerah
urban dan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya
prevalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi (DMTM) yang
sekarang dikategorikan sebagai diabetes tipe pancreas di Jawa Timur
sebesar 21,2% dari seluruh diabetes di daerah rural.
Melihat
tendensi kenaikan prevalensi diabetes secara global yang tadi
dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu
populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau
lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang
kekerapan DM tipe 2 di Indonesia akan meningkat dengan drastic yang
disebabkan oleh beberapa faktor :
1. Faktor keturunan (genetic)
2. Faktor kegemukan/obesitas
• Perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat
• Makan berlebihan
• Hidup santai, kurang gerak badan
3. Faktor demografi
• Jumlah penduduk meningkat
• Urbanisasi
• Penduduk berumur di atas 40 tahun meningkat
4. Berkuranngnya penyakit infeksi dan kurang gizi
Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum perkiraan penduduk
Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi
prevalensi DM sebesar 4,6% diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6%
juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini,
diperkirakan pada tahun 2020 nanti aka nada sejumlah 178 juta penduduk
berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6%
akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes.
Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Litbang Depkes yang hasilnya baru saja dikeluarkan bulan Desember 2008 menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk TGT 10,25% dan diabetes 5,7% (1,5% terdiri dari pasien diabetes yang sudah terdiagnosis sebelumnya, sedangkan sisanya 4,2% baru ketahuan diabetes saat penelitian). Angka itu diambil dari hasil penelitian di seluruh provinsi. Kalimantan Barat dan Maluku Utara menduduki peringkat prevalensi diabetes tertinggi tingkat propinsi.
Dengan hasil penelitian ini maka kita sekarang untuk pertama kali punya angka prevalensi nasional. Sekadar untuk perbandingan menurut IDF pada tahun 2006 angka prevalensi Amerika Serikat 8,3% dan Cina 3,9% jadi Indonesia berada di antaranya. Di Malaysia, Negara tetangga/serumpun Indonesia terdekat, pada 3rd National Health and Mortality & Morbidity Survey in Malaysia 2006 didapatkan prevalensi yang tinggi ysitu 14,9% tetapi survey itu dilakukan pada individu di atas 30 tahun, sedangkan di Indonesia populasi survey melibatkan individu 15 tahun k e atas.
Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Litbang Depkes yang hasilnya baru saja dikeluarkan bulan Desember 2008 menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk TGT 10,25% dan diabetes 5,7% (1,5% terdiri dari pasien diabetes yang sudah terdiagnosis sebelumnya, sedangkan sisanya 4,2% baru ketahuan diabetes saat penelitian). Angka itu diambil dari hasil penelitian di seluruh provinsi. Kalimantan Barat dan Maluku Utara menduduki peringkat prevalensi diabetes tertinggi tingkat propinsi.
Dengan hasil penelitian ini maka kita sekarang untuk pertama kali punya angka prevalensi nasional. Sekadar untuk perbandingan menurut IDF pada tahun 2006 angka prevalensi Amerika Serikat 8,3% dan Cina 3,9% jadi Indonesia berada di antaranya. Di Malaysia, Negara tetangga/serumpun Indonesia terdekat, pada 3rd National Health and Mortality & Morbidity Survey in Malaysia 2006 didapatkan prevalensi yang tinggi ysitu 14,9% tetapi survey itu dilakukan pada individu di atas 30 tahun, sedangkan di Indonesia populasi survey melibatkan individu 15 tahun k e atas.
Kesimpulan
· Diabetes tidak hanya dijumpai pada orang tua tetapi juga dijumpai pada anak-anak.
· Meningkatnya
angka jumlah penderita Diabetes dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain : Faktor keturunan, faktor kegemukan (Obesitas), faktor demografi.
· Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan dan disertai dengan perubahan pola hidup.
· Peningkatan
prevalensi Diabetes seiring dengan peningkatan faktor risiko yaitu
obesitas (kegemukan), kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi serat,
tinggi lemak, merokok, hiperkolesterol, hiperglikemia dan lain-lain.
· Gelala Diabetes Melitus : Haus
dan banyak minum, Lapar dan banyak makan Sering buang air kecil, Berat
badan menurun, Mata kabur, Jika mengalami luka, butuh waktu lama untuk
dapat sembuh, Mudah terjadi infeksi pada kulit (gatal-gatal), saluran
kencing dan gusi, Nyeri atau baal pada tangan atau kaki, Badan terasa
lemah, Mudah mengantuk
· Jumlah
penyandang diabetes terutama diabetes tipe 2 makin meningkat di seluruh
dunia terutama di negara berkembang karena perubahan gaya hidup salah
yang menyebabkan obesitas. Faktor urbanisasi dan meningkatnya pelayanan
kesehatan merupakan factor penting juga karena usia menjadi lebih
panjang. Untuk pertama kalinya Indonesia mempunyai data nasional
prevalensi diabetes untuk daerah urban sebesar 5,7% berkat penelitian
yang baru saja selesai dilakukan oleh Litbangkes Depkes.
Referensi
- Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. p. 1880-3.
- Hussain A, Vincent M. Diabetes Mellitus, type 1. [Online]. 2010 Feb 4 [cited 2010 Sept 30]; Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/117739-overview
- Ligaray K, Isley M. Diabetes Mellitus, type 2. [Online]. 2010 Sept 27 [cited 2010 Sept 30]; Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview
- American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. [Online]. 2004 [cited 2010 Sept 30];Available from: URL: http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full
- Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 2004 May;27(5):1047-53.
- Riskesdas 2007.
nama pengarangnya siapa ya mas?
ReplyDeleteItu ada di referensinya...
ReplyDelete