Definisi/pengertian dari kepuasan kerja
  • Newstrom: mengemukakan bahwa “job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employes view their work”. Kepuasan kerja berarti perasaan mendukung atau tidak mendukung yang dialami [pegawai] dalam bekerja
  • Wexley dan Yukl: mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan.
  • Handoko: Keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
  • Stephen Robins: Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan Pegawai; merupakan sikap umum yang dimiliki oleh Pegawai yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Apabila dilihat dari pendapat Robin tersebut terkandung dua dimensi, pertama, kepuasan yang dirasakan individu yang titik beratnya individu anggota masyarakat, dimensi lain adalah kepuasan yang merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
  • lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu
  1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self),Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
  2. Atasan(Supervision), atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya.
  3. Teman sekerja (Workers), Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.
  4. Promosi(Promotion),Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
  5. Gaji/Upah(Pay), Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
  • Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja :
Kerja yang secara mental menantang
Ganjaran yang pantas
Kondisi kerja yang mendukung,
Rekan kerja yang mendukung
Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan,

Definisi Kepuasan Kerja
Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya.
Locke mencatat bahwa perasaan-perasaan yang berhubungan dengan kepuasan dan ketidakpuasan kerja cenderung mencerminkan penaksiran dari tenaga kerja tentang pengalaman-pengalaman kerja pada waktu sekarang dan lampau daripada harapan-harapan untuk masa depan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat dua unsur penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan dasar.
Nilai-nilai pekerjaan merupakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tugas pekerjaan. Yang ingin dicapai ialah nilai-nilai pekerjaan yang dianggap penting oleh individu. Dikatakan selanjutnya bahwa nilai-nilai pekerjaan harus sesuai atau membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yang berkaitan dengan motivasi kerja.
Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja (dari setiap aspek pekerjaan) dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan bagi individu. Menurut Locke seorang individu akan merasa puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya merupakan sesuatu yang bersifat pribadi, yaitu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dengan hasil keluarannya (yang didapatnya).
Mengukur Kepuasan Kerja
Pengukuran Kepuasan Kerja dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, baik dari segi analisa statistik maupun dengan pengumpulan data. Dalam semua kasus, kepuasan kerja diukur dengan kuesioner laporan diri yang diisi oleh karyawan. Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global, kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan, dan sebagai fungsi kebutuhan yang terpenuhkan.
1. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global
Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi dari semua aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan (soal). Cara ini memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya adalah tidak ada biaya pengembangan dan dapat dimengerti oleh mereka yang ditanyai. Selain itu cara ini cepat, mudah diadministrasikan dan diberi nilai. Kuesioner satu pertanyaan menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi dari pertanyaan yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan, iklim sosial organisasi, dan sebagainya .
2. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja yang berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah. Diantara konsep facet yang dapat diperiksa adalah beban kerja, keamanan kerja, kompetensi, kondisi kerja, status dan prestise kerja. Kecocokan rekan kerja, kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek manejemen, hubungan atasan-bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan.
3. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan
Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama mengenai aspek tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh Porter. Kuesioner Porter didasarkan pada pendekatan teori kebutuhan akan kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri. Berdasarkan kebutuhan dan persepsi orang itu sendiri mengenai jabatannya, tiap responden menjawab tiga pertanyaan mengenai masing-masing pertanyaan: (1) Berapa yang ada sekarang? (2) Berapa seharusnya? (3) Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?. Berdasarkan tanggapan terhadap pertanyaan mengenai pemenuhan kebutuhan kerja tersebut, kepuasan kerja diukur dengan perbedaan antara “Berapa yang ada sekarang?” dan “Berapa yang seharusnya?”, semakin kecil perbedaan, maka semakin besar kepuasannya.
Nilai yang terpisah dihitung untuk masing-masing dari lima kategori kebutuhan. Pertanyaan “Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?” memberikan kepada penyilid ukuran kekuatan relatif dari masing-masing kebutuhan bagi tiap responden.
Hampir semua penelitian kepuasan kerja berdasarkan pada kuesioner pengukuran kepuasan kerja. Karena kepuasan kerja adalah fenomena yang subjektif dan individual, mungkin kuesioner merupakan ukuran yang paling sesuai. Meskipun demikian penting sekali menyadari adanya keterbatasan tertentu dari metode ini dalam mendapatkan data bagi penelitian kepuasan kerja. Sejumlah masalah yang timbul oleh pengukuran melalui kuesioner tersebut berkaitan dengan ketepatan tanggapan. Walaupun responden tidak memberikan jawaban yang menyesatkan secara sengaja, sejumlah variabel situasional dapat mempengaruhi, baik sejauh mana mereka mau memahami pertanyaan tersebut maupun sejauh mana mereka mau benar-benar berterus terang dalam menjawab.
Meskipun kesalahan pengukuran yang berkaitan tidak dapat dihilangkan, namun terdapat langkah-langkah tertentu yang dapat diambil untuak menguranginya, yaitu dengan menggunakan kuesioner yang keandalannya telah ditentukan, kejelasan pengarahan diuji sebelumnya, menjaga kerahasiaan subjek, menggunakan sample yang cukup banyak untuk mengurangi penyimpangan respon yang cenderung terdistribusi secara acak.
Faktor penentu Kepuasan Kerja
Banyak faktor yang telah diteliti sebagai faktor-faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja. Diantaranya adalah gaji, kondisi kerja dan hubungan kerja (rekan dan atasan). Locke mengemukakan adanya ciri-ciri intrinsik dari suatu pekerjaan yang kemudian menentukan kepuasan kerja, antara lain adalah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas.
Ada satu unsur yang dapat dijumpai pada ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan di atas, yaitu tantangan mental. Pekerjaan yang menuntut kecakapan yang tinggi daripada yang dimiliki tenaga kerja, atau tuntutan pribadi yang tidak dapat terpenuhi tenaga kerja akan menimbulkan frustasi dan akhirnya ketidakpuasan kerja. Berdasarkan survey diagnostik pekerjaan diperoleh hasil tentang lima ciri yang memperlihatkan kaitannya dengan kepuasan kerja untuk berbagai macam pekerjaan. Ciri-ciri tersebut ialah:
1. Keragaman keterampilan, banyak ragam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam keterampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan.
2. Jati diri tugas (task identity), sejauh mana tugas merupakan suatu kegiatan keseluruhan yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan rasa tidak puas.
3. Tugas yang penting (task significance), rasa pentingnya tugas bagi seseorang. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.
4. Otonomi, pekerjaan yang menimbulkan kebebasan, ketidatergantungan dan memberikan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja.
5. Pemberian balikan pada pekerjaan membantu meningkatkan tingkat kepuasan kerja.
Faktor-Faktor Penentu Kepuasan Kerja
1. Gaji / Imbalan yang dirasakan adil
Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Uang memang mempunyai arti yang berbeda-beda bagi orang yang berbeda-beda. Di samping memenuhi kebutuhan tingkat rendah (makanan, perumahan), uang dapat merupakan symbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan, dan pengakuan/ penghargaan. Lagipula uang mempunyai kegunaan sekunder. Jumlah gaji yang diperoleh dapat secara nyata mewakili kebebasana untuk melakukan apa yang ingin dilakukan.
Dengan menggunakan teori keadilan Adams, orang menerima gaji yang dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami distress (ketidakpuasan). Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan sebagai adil didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasaan kerja.
Herzberg memasukkan faktor gaji/imbalan ke dalam faktor kelompok Hygiene. Jika dianggap gajinya terlalu rendah, tenaga kerja akan merasa tidak puas. Namun jika dirasakan terlalu tinggi atau dirasakan sesuai dengan harapan, maka istilah Herzberg adalah tenaga kerja tidak lagi tidak puas. Artinya tidak ada dampak pada motivasi kerjanya.
Uang atau Imbalan akan memiliki dampak terhadap motivasi kerjanya jika besarnya imbalah disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya. Untuk mendapatkan penghasilan yang tinggi, tenaga kerja akan memberikan effort, meningkatkan motivasi kerjanya agar berhasil memperoleh penghasilan sesuai dengan apa yang diperlukannya.
2. Kondisi Kerja yang menunjang
Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakkan akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Orang akan mencari alasan untuk sering-sering keluar ruangan kerjanya. Dalam hal ini perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan kerja yang nyaman untuk digunakan, seperti meja, kursi yang dapat diatur tinggi-randah, miring-tegaknya posisi duduk. Dalam kondisi seperti ini, kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja.
3. Hubungan kerja (rekan kerja dan atasan)
Setiap pekerjaan dalam organisasi memiliki kaitannya dengan perkerjaan lain. Terjadi diferensiasi pekerjaan mendatar dan tegak. Dalam perkembangannya, corak interaksi antarpekerjaan tumbuh berbeda-beda.
a) Hubungan kerja dengan rekan kerja
Hubungan yang terjadi antarpekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak, yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan sosial terpenuhi). Corak kepuasan kerja di sini bersifat kepuasan kerja yang tidak disebabkan peningkatan dari motivasi kerja. Dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sbagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka (kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri) dapat dipenuhi, dan memiliki dampak pada motivasi kerja mereka.
b) Hubungan kerja dengan atasan
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa. Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua hubungan adalah positif.
c) Hubungan dengan bawahan
Atasan yang memiliki ciri memimpin yang transformasional, maka tenaga kerja akan meningkatkan motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya.
Kepuasan Kerja dan Performansi Kerja
Produktivitas dapat dinaikkan dnegan menaikkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja mungkin merupakan akibat dari produktivitas atau sebaliknya. Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa apa yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang diterima (gaji) yaitu adil dan wajar, serta diasosiasikan dengan performa kerja yang unggul. Dengan kata lain bahwa performansi kerja menunjukkan tingkat kepuasan kerja seorang pekerja, karena perusahaan dapat mengetahui aspek-aspek pekerjaan dari tingkat keberhasilan yang diharapkan
Dampak Kepuasan dan Ketidapuasan Kerja
Dampak perilaku dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja telah banyak diteliti dan dikaji. Berikut hasil penelitian tentang dampak kepuasan kerja terhadap produktivitas, ketidakhadiran dan keluarnya pekerja, serta dampak terhadap unjuk kerja.
1. Dampak terhadap produktivitas
Hubungan antara produktivitas dan kepuasan kerja sangat kecil. Kepuasan kerja mungkin merupakan akibat, dan bukan merupakan sebab dari produktivitas. Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi akan menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran intrinsik (misalnya rasa telah mencapai sesuatu) dan ganjaran ekstrinsik (misalnya gaji) yang diterima kedua-duanya adil dan wajar, serta diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul.
Jika tenaga kerja tidak dapat mempersepsikan ganjaran intrinsikdan ekstrinsik berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.
2. Dampak terhadap Ketidakhadiran (Absenteisme) dan Keluarnya tenaga kerja (Turnover).
Porter dan Steers berkesimpulan bahwa bekerja merupakan jenis jawaban-jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih spontan sifatnya dan dengan demikian mungkin mencerminkan ketidkapuasaan kerja. Lain halnya dengan berhenti atau keluar dari pekerjaan. Perilaku ini karena akan mempunyai akibat-akibat ekonomis yang besar, maka lebih besar kemungkinannya ia berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Tidak ada hubungan antara ketidakpuasan kerja. Dua faktor pada perilaku hadir, adalah motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir.
Menurut Robbins, ketidakpuasan kerja, pada tenaga kerja dapat diungkapkan dengan berbagai macam cara, misalnya selain meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan, dll. Empat cara tenaga kerja mengungkapkan ketidakpuasan:
  1. Keluar (exit), meninggalkan pekerjaan, termasuk mencari pekerjaan lain.
  2. Menyuarakan atau memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah dengan atasan untuk memperbaiki kondisi.
  3. Mengabaikan, sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, seperti sering absent atau kesalahan yang dibuat makin banyak.
  4. Kesetiaan, menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela organisasi terhadap kritik dari luar. 

0 komentar:

Post a Comment

* Berkomentarlah yang Sopan sesuai dengan Judul isi Postingan.
* Komentar secepatnya direspon jika admin tidak sibuk. Terima Kasih

 
Top