Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) 1.1 Limbah cair . Jenis-jenis limbah cair dapat digolongkan berdasarkan pada : a . Arsenik (As) dengan metoda SSA c. Anorganik non Metalik .jenis plastik limbah b3 dan non b3 solusi pt tenang jaya Angka dan huruf ini menunjukkan jenis plastik penyusunnya. Hingga saat ini, ada tujuh kode pada Dalam Pengelolaan .Books - Non-fiction; Health & Medicine; Brochures/Catalogs; Government Docs; How-To . JENIS DAN KARAKTERISTIK LIMBAH B3 Menurut PP No. 12/1995 Limbah B3 didefinisikan sebagai setiap limbahPlastik adalah salah satu bahan yang dapat kita temui di hampir setiap barang. Mulai dari botol minum, TV, kulkas, pipa pralon, plastik laminating, gigi palsu,Jenis-jenis limbah cair dapat digolongkan berdasarkan pada : . c. Anorganik non Metalik contohnya Amonia (NH 3-N) . Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung .

Ketika PT Prasadha Pemusnah Limbah Industri (PT PPLI) diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 mei 1994, banyak kalangan industri bertanya-tanya, apakah industri mereka termasuk dalam kategori penghasil limbah B3 (Bahan beracun berbahaya). Reaksi mereka wajar saja, karena batasan tentang limbah B3 belum dipahami sepenuhnya oleh kalangan industri.

Banyak industri yang tidak menyadari, limbah yang mereka hasilkan termasuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), sehingga dengan mudah mereka melepaskannya ke air tanpa pengolahan. Ini antara lain bisa dilihat di akwasan industri tekstil. Pada kawasan tersebut, sungai-sungainya berwarna-warni, bergantung pada warna limbah yang dibuang ke sungai. Padahal, zat warna limbah tekstil mengandung unsur B3 yang membahayakan kehidupan dan karenanya perlu penanganan khusus. Dengan demikian pengolahan limbah (waste treatment), bukan berarti suatu industri terbebas dari limbah B3. Sebab, hasil samping dari waste treatmen adalah konsentrat, yang berupa lumpur maupun debu, dengan konsentrasi zat pencemar jauh lebih tinggi dari limbah yang telah diolah.

Pada hakekatnya, pengolahan limbah adalah upaya untuk memisahkan zat pencemaran dari cairan ataupun padatan. Walaupu volumenya kecil, konsentarsi zat pencemar yang telah dipisahkan itu sangat tinggi. Selama ini, zat pencemar yang sudah dipisahkan itu (konsentrat) ini belum tertangani dengan baik, sehingga terjadi akumulasi bahaya yang setiap saat mengancam keselamatan lingkungan hidup. Dengan adanya pengolah limbah B3 di Cileunsi, Bogor, diharapkan konsentrat hasil samping dari pengolahan limbah bisa diatasi.

Di negara-negara industri pun, konsentrat dari hasil samping pengolahan limbah industri juga menjadi masalah besar. Mahalnya biaya pengolahan mengakibatkan terjadinya skandal ekspor konsentrat (limbah B3) ke negara berkembang, seperti Rumania, Bulgaria, atau Amerika Latin dan konon juga ke Indonesia. Di negara-negara berkembang, konsentrat limbah B3 tersebut ditimbun begitu saja tanpa proses pengolahan.

Proses industrialisasi di Indonesia sudah berlangsung 30 tahun. Di Jabotabek saja terdapat ribuan industri. Selama ini dikemanakan limbah B3 yang dihasilkan? Kalaupun memiliki pengolah limbah, jenis yang ada di industri-industri saat ini hanyalah jenis biasa, yang produk sampingnya justru menghasilkan konsentrat berupa limbah B3. Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Bina Lingkungan Hidup DKI, ada sembilan kelompok besar penghasil limbah B3, delapan kelompok industri skala menengah dan besar, serta satu kelompok rumah sakit yang juga memiliki potensi menghasilkan limbah B3.

1. Industri Tekstil dan kulit
Sumber utama limbah B3 pada industri tekstil adalah penggunaan zat warna. Beberapa zat warna dikenal mengandung Cr, seperti senyawa Na2Cr2O7 atau senyawa Na2Cr3o7. Industri batik menggunakan senyawa Naftol yang sangat berbahaya. Senyawa lain dalam kategori B3 adalah H2O2 yang sangat reaktif dan HClO yang bersifat toksik.

Beberapa tahap proses pada indusrti kulit yang mneghasilkan limbah B3 antara lain washing, soaking, dehairing, lisneasplatting, bathing, pickling, dan degreasing. Tahap selanjutnya meliputi tanning, shaving, dan polishing. Proses tersebut menggunakan pewarna yang mengandung Cr dan H2SO4. Hal inilah yang menjadi pertimbangan untuk memasukkan industrikulit dalam
kategori penghasil limbah B3.

2. Pabrik kertas dan percetakan
Sumber limbah padat berbahaya di pabrik kertas berasal dari proses pengambilan kmebali (recovery) bahan kimia yang memerlukan stabilisasi sebelum ditimbun. Sumber limbah lainnya ada pada permesinan kertas, pada pembuangan (blow down) boiler dan proses pematangan kertas yang menghasilkan residu beracun. Setelah residu tersebut diolah, dihasilkan konsentrat lumpur beracun.

Produk samping proses percetakan yang dianggap berbahaya dan beracun adalah dari limbah cair pencucian rol film, pembersihan mesin, dan pemrosesan film. Proses ini menghasilkan konsentrat lumpur sebesar 1-4 persen dari volume limbah cair yang diolah. Industri persuratkabaran yang memiliki tiras jutaan eksemplar ternyata memiliki potensi sebagai penghasil limbah B3.

3. Industri kimia besar
Kelompok industri ini masuk dalam kategori penghasil limbah B3, yang antara lain meliputi pabrik pembuatan resin, pabrik pembuat bahan pengawet kayu, pabrik cat, pabrik tinta, industri gas, pupuk, pestisida, pigmen, dan sabun.

Limbah cair pabrik resin yang sudah diolah menghasilkan lumpur beracun sebesar 3-5 persen dari volume limbah cair yang diolah. Pembuatan cat menghasilkan beberapa lumpur cat beracun, baik air baku (water-base) maupun zat pelarut (solvent-base). Sedangkan industri tinta menghasilkan limbah terbesar dari dari pembersihan bejana-bejana produksi, baik cairan maupun lumpur pekat. Sementara, timbulnya limbah beracun dari industri pestisida bergantung pada jenis proses pada pabrik tersebut, yaitu apakah ia benar-benar membuat bahan atau hanya memformulasikan saja.

4. Industri farmasi
Kelompok indusrti farmasi terbagi dalam dua sub-kelompok, yaitu sub-kelompok pembuat bahan dasar obat dan sub-kelompok formulasi dan pengepakan obat. Umumnya di Indonesia adalah sub-kelompok kedua yang tidak begitu membahayakan. Tapi, limbah industri farmasi yang memproduksi atibiotik memiliki tingkat bahaya cukup tinggi. Limbah industri farmasi umumnya berasal dari proses pencucian peralatan dan produk yang tidak terjual dan kadaluarsa.

5. Industri logam dasar
Industri logam dasar nonbesi menghasilkan limbah padat dari pengecoran, percetakan, dan pelapisan, yang mengahasilkan limbah cair pekat beracun sebesar 3 persen dari volume limbah cair yang diolah. Industri logam untuk keperluan rumah tangga menghasilkan sedikit cairan pickling yang tidak dapat diolah di lokasi pabrik dan memerlukan pengolahan khusus. Selain itu juga terdapat cairan pembersih bahan dan peralatan, yang konsentratnya masuk kategori limbah B3.

6. Industri perakitan kendaraan bermotor
Kelompok ini meliputi perakitan kendaraan bermotor seperti mesin, disel, dan pembuatan badan kendaraan (karoseri). Limbahnya lebih banyak bersifat padatan, tetapi dikategorikan sebagai non B3. Yang termasuk B3 berasal dari proses penyiapan logam (bondering) dan pengecatan yang mengandung logam berat seperti Zn dan Cr.

8. Industri baterai kering dan aki
Limbah padat baterai kering yang dianggap bahaya berasal dari proses filtrasi. Sedangkan limbah cairnya berasal dari proses penyegelan. Industri aki menghasilkan limbah cair yang beracun, karena menggunakan H2SO4 sebagai cairan elektrolit.

0 komentar:

Post a Comment

* Berkomentarlah yang Sopan sesuai dengan Judul isi Postingan.
* Komentar secepatnya direspon jika admin tidak sibuk. Terima Kasih

 
Top