Dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam pasal 86 dinyatakan bahwa tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai–nilai agama. Dan salah satu upaya keselamatan kesehatan kerja (K3) adalah memelihara faktor–faktor lingkungan kerja agar senantiasa dalam batas-batas yang aman dan sehat sehingga tidak terjadi penyakit atau kecelakaan akibat kerja dan tenaga kerja dapat menikmati derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.


Pekerjaan shift adalah pola waktu kerja yang diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam. Jadwal shift kerja yang berlaku sangat bervariasi. Biasanya adalah shift kerja 8 jam atau 12 jam dalam sehari ( Mardi, 2008 ).

Shift kerja biasanya diterapkan untuk lebih memanfaatkan sumber daya yang ada, meningkatkan produksi, serta memperpanjang durasi pelayanan. Shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa, di mana pada hari kerja biasa pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/hari. Biasanya perusahaan yang berjalan secara kontinyu yang menerapkan aturan shift kerja ini.
Ada 3 jenis sistem shift kerja, yaitu shift permanen, sistem rotasi cepat, dan sistem rotasi shift lambat (Dewi, 2006).

Berbagai alasan dikemukakan oleh para pekerja shift, diantaranya adalah gaji yang lebih baik, lebih banyak waktu mengasuh anak di siang hari, mempunyai waktu lebih di siang hari untuk bersantai, lebih banyak kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, malam hari suasananya lebih tenang dan biasanya hanya sedikit supervisor di malam hari. Tetapi, banyak diantara pekerja shift menyatakan bahwa mereka sebenarnya terpaksa bekeja shift karena tidak memiliki pilihan pekerjaan yang lain (Mardi, 2008).

Menurut pendapat Roger R & Colligan (1997) yang dikutip Povilia Dewi (2006) Berbagai dampak kesehatan dan keselamatan dapat muncul akibat kerja shift. Persoalan yang segera dapat dirasakan adalah terganggunya kualitas tidur dan menurunnya kualitas hubungan hubungan dengan keluarga atau teman. Seperti diketahui, tidur siang dan tidur malam walaupun dilakukan dalam waktu yang sama, kualitasnya berbeda. Persoalan jangka panjang yang muncul akibat shiftwork ini dapat berupa gangguan fungsi pencernaan dan gangguan fungsi jantung.

Tubuh kita memiliki irama dan ritmenya sendiri, yang disebut dengan circadian rhythm. Kebanyakan sistem metabolisme tubuh kita sangat aktif pada waktu tertentu dan tidak aktif pada saat yang lain. Sebagai contoh, denyut jantung dan temperatur badan kita berubah-ubah selama 24 jam, biasanya berada pada titik terendah pada pukul 04.00 dan mencapai puncak pada siang hari. Aktivitas metabolisme (kemampuan tubuh menghasilkan energi dari makanan) paling tinggi pada siang sampai sore hari. Secara alamiah, tubuh kita diciptakan untuk aktif pada siang hari dan butuh beristirahat pada malam hari untuk penyegaran dan recovery. Fluktuasi circadian rhythm menjadi sebab yang mempengaruhi perubahan kinerja mental dan fisik (Mardi, 2008).

Gangguan pada circadian rhythm dan pada metabolisme tubuh kita menyebabkan penurunan kondisi tubuh. Itulah sebabnya mengapa orang yang bekerja pada shift malam sering merasa mengantuk dan kelelahan saat bekerja. Kondisi seperti ini pada titik tertentu sangat melelahkan. Penelitian membuktikan bahwa kebanyakan pekerja malam tidak pernah bisa beradaptasi dengan jadwal kerjanya secara sempurna disebabkan karena fungsi fisiologi tubuh manusia menurun pada malam hari (Mardi, 2008).

Kelelahan dan insomnia adalah keluhan yang umum bagi para pekerja shift. Kelelahan ini akan menurunkan daya konsentrasi, motivasi, daya ingat dan reaksi mental. Para pekerja shift mengalami beban fisik yang dapat mengarah kepada beban mental, sehingga mereka rentan terhadap stress (Suma’mur, 1998).

Pelaksanaan shift kerja yang tidak baik menimbulkan kelelahan kerja/fatigue yang harus dikendalikan sebaik mungkin mengingat fatigue dapat menimbulkan kecelakaan kerja. 50% Kecelakaan kerja ada kaitan dengan kelelahan kerja, sehingga pengusaha harus mengupayakan pengendalian kelelahan kerja bersama pekerja secara berkesinambungan. Gejala kelelahan kerja bermacam-macam antara lain adanya perasaan lelah, penurunan kecepatan bereaksi serta penurunan motivasi bekerja secara baik, penurunan performance di samping peningkatan kecenderungan kecelakaan. Penyebab kelelahan kerja antara lain, pengaturan shift yang terlalu panjang dan tidak tepat, intensitas dan durasi suatu pekerjaan dilaksanakan yang terlalu tinggi, desain pekerjaan tidak tepat, lingkungan kerja yang tidak nyaman (bising, suhu tinggi, getaran, pencahayaan yang kurang tepat), cara kerja yang tidak efektif/ergonomis dan adanya stres (Hidayat, 2008).

Banyak penelitian yang menunjukkan tenaga kerja yang bekerja pada shift malam tentu lebih mudah merasa lelah dan mengantuk. Mereka yang sudah terbiasa shift siang akan mempunyai pola kantuk dan tidur tertentu, yang tentu butuh penyesuaian jika harus berganti ke shift malam. Hal yang sama berlaku sebaliknya. Kelelahan ini dapat menyebabkan kesulitan konsentrasi dalam bekerja, meningkatkan resiko kesalahan (human error), berdampak kepada kualitas kerja dan kecepatan kerja, dan akhirnya kecelakaan kerja. Karyawan yang bekerja pada shift malam terpaksa harus istirahat pada siang hari, ketika kondisi tubuh mereka biasanya terbangun. Dan begitu juga sebaliknya. Tidur pada siang hari biasanya lebih pendek dibandingkan malam (kira-kira 2-3 jam lebih pendek), dan tidur siang hari juga tidak mempunyai kualitas sebaik tidur malam karena pengaruh adanya cahaya matahari dan kebisingan. Dampak dari rendahnya kualitas dan kuantitas tidur ini dapat memicu kantuk dan tertidur di saat yang tidak tepat atau saat sedang bekerja (Tim Ergoinstitute, 2008).

Kelly dan Schneider dalam Pulat menyatakan bahwa kesalahan dapat meningkatkan secara bermakna (80% sampai 180%) karena berkurangnya kewaspadaan akibat bertambahnya waktu kerja shift. Hal ini merupakan salah satu akibat dari kelelahan kerja. Sedangkan Thiis-Everson melaporkan bahwa dari 6000 pekerja Norwegia, 35% pekerja shift malam mengalami insomnia akibat kelelahan kerja, 13,4% mengalami ulserasi, dan 30% mengalami gangguan usus (Dewi, 2006).

Dari hasil penelitian Folkart (1987, 1990) yang dikutip Wijayanti (2005) diketahui bahwa penurunan kinerja pekerja shift malam yang ditandai menurunnya kecepatan kerja dan meningkatnya jumlah kesalahan yangberpotensi menyebabkan kecelakaan kerja. Hal ini didukung dengan hasil penelitian di Amerika dan Eropa yang menunjukan bahwa seorang pekerja shift malam ternyata kurang produktif bila dibandingkan dengan pekerja shift pagi (Dewi, 2006).

Namun menurut penelitian Deranto (2008) yang dilakukan di bagian assembling R6 PT Hari Terang Industri Surabaya yang menerapkan 2 shift yaitu shift pagi dan malam dengan pembagian waktu tiap shift selama 12 jam dengan 1 jam istirahat menunjukkan tidak adanya perbedaan antara pekerja shift pagi dan shift malam dengan jenis pekerjaan responden yang tergolong sama beratnya dan besarnya., dengan aktivitas monoton dan bervariasi (Deranto, 2008). 

Contoh Shift Kerja di Rumash Sakit
Pekerja kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Dalam melaksanakan tugasnya, pekerja rumah sakit banyak terpapar dengan berbagai faktor yang dapat menimbulkan dampak negatif dan mempengaruhi derajat kesehatan mereka. Mereka selalu berhubungan dengan berbagai bahaya potensial, dimana bila tidak diantisipasi dengan baik dan benar dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerjanya (Depkes, 2003).

Rumah sakit adalah salah satu pelayanan yang beroperasi 24 jam dimana pelayanan tersebut dilaksanakan oleh pekerja kesehatan rumah sakit. Pekerja kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah sekitar 60 % dari tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Perawat merupakan salah satu pekerja kesehatan yang selalu ada di setiap rumah sakit dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit.

Pekerjaan seorang perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan tidak terlepas dari pengaturan jam kerja di suatu rumah sakit yang lebih dikenal dengan istilah shift kerja. Shift kerja dapat berperan penting terhadap permasalahan pada manusia yang dapat meluas menjadi ganguan tidur (60 – 80%), gangguan kesehatan fisik dan psikologi serta gangguan sosial maupun kehidupan keluarga. United Electrical (UE) News Health and Safety (1998) melaporkan bahwa dalam jangka waktu yang lama kerja shift dapat mengakibatkan gangguan pencernaan, gangguan tidur dan kelelahan.

Kelelahan kerja merupakan komponen kelelahan fisiologis dan psikologis. Kerja fisik terus menerus dan memerlukan konsentrasi dapat diukur dengan perubahan fisiologis dalam tubuh yaitu penurunan waktu reaksi dan perubahan psikologis yaitu adanya perasaan lelah, khususnya bagi tenaga kerja Indonesia (Setyawati, 1985). Kelelahan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain rotasi shift kerja, faktor individu (kesehatan/ penyakit, jenis kelamin, umur, pendidikan, beban kerja, masa kerja dan status gizi) dan faktor lingkungan fisik (kebisingan, penerangan, suhu dan tekanan panas, vibrasi dan ventilasi).

Kelelahan kerja di Rumah Sakit antara lain kelelahan yang disebabkan faktor fisik seperti suhu, penerangan, mikroorganisme, zat kimia, kebisingan dan circardian rhythms (terutama pada perawat shift malam) sedangkan kelelahan non fisik disebabkan oleh faktor psikososial baik ditempat kerja maupun dirumah atau masyarakat sekeliling.

0 komentar:

Post a Comment

* Berkomentarlah yang Sopan sesuai dengan Judul isi Postingan.
* Komentar secepatnya direspon jika admin tidak sibuk. Terima Kasih

 
Top